Thursday, August 9, 2012

Prinsip Kehidupan Yang Sesungguhnya Pada Negara Maju dan Negara Berkembang



Mengapa negara maju bisa Maju dan Indonesia tetap Terbelakang?

1.Perbedaan antara Negara Berkembang/Miskin dengan Negara Maju/Kaya bukan karena umurnya. Buktinya, Mesir dan India berumur lebih dari 2000 tahun, sedangkan Astralia, Singapura, Kanada dan New Zealand baru berumur kurang dari 150 tahun, tetapi jauh lebih maju.

2.Ketersediaan Sumber Daya Alam juga tidak menjamin sebuah negara menjadi maju atau tetap miskin, contohnya, Jepang adalah negara yang kecil ukuran daratannya, serta terbatas sumber daya alamnya, namun bisa menjadi raksasa Ekonomi Dunia, dengan cara mengimpor bahan2 baku dari negara2 berkembang, den mengekspor produk2 jadi ke L.N.

3.Ras atau warna kulit bukan menjadi penyebab maju atau terbelakangnya sebuah negara, buktinya para imigan asal Asia dan Afrika bisa menjadi Eksekutif, Tenaga Ahli atau Karyawan yang produktif, kreatif dan innovatif ketika mereka tinggal di Amerika atau Eropa.

Kesimpulan dari Analisis tersebut diatas: Perbedaannya ada pada Sikap atau Perilaku (Attitude) dari masyarakat masing-masing negara yang terbentuk melalui proses ratusan tahun dari pendidikan dan kebudayaan.

Berdasarkan penelitian yang mendalam, Negara-negara maju umumnya memiliki 9 Prinsip Dasar Kehidupan sbb:
1.Etika yang dijunjung tinggi
2.Kejujuran dan Integritas Masyarakat, Pemerintahan dan Individu yang tinggi
3.Sikap yang mau bertanggung-jawab
4.Menghormati hukum dan aturan masyarakat
5.Menghormati hak warga atau orang lainnya
6.Mencintai dan menekuni pekerjaan masing-masing
7.Gemar menabung dan ber-investasi (tidak boros, konsumtif)
8.Bekerja keras
9.Tepat waktu

Kesimpulannya, Indonesia miskin dan tetap terbelakang karena masyarakatnya berperilaku kurang tepat, kurang baik, tidak mau menerapkan 9 Prinsip Dasar Kehidupan tersebut diatas sebagaimana layaknya yang dilakukan di banyak negara-negara maju di Dunia ini.

Pengamat dan teoritis melihat alasan yang berbeda mengapa beberapa negara (dan lainnya tidak) menikmati perkembangan ekonomi yang tinggi. Banyak alasan menyatakan perkembangan ekonomi membutuhkan kombinasi perwakilan pemerintah (atau demokrasi), sebuah model ekonomi pasar bebas, dan sedikitnya atau ketiadaan korupsi. Beberapa memandang negara kaya menjadi kaya karena eksploitasi dari negara miskin di masa lalu, melalui imperialisme dan kolonialisme, atau di masa sekarang, melalui proses globalisasi.

Latar Belakang & Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Foto: Postingan ke-208: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia  #### Budayakan Like Sebelum Membaca ####  Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Jumat, 17 Agustus 1945 Tahun Masehi, dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.  Latar belakang Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.  Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.  Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).  Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.  Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.  Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.  Peristiwa Rengasdengklok Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.  Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.  Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.  Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).  Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.  Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.   Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.  Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.  Isi Teks Proklamasi Naskah Klad Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, 17-8-05 Wakil-wakil bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta  Naskah baru setelah mengalami perubahan Di dalam teks proklamasi terdapat beberapa perubahan yaitu terdapat pada: • Kata tempoh diubah menjadi tempo • Kata Wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi Atas nama bangsa Indonesia • Kata Djakarta, 17-8-05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 08 tahun '05 • Naskah proklamasi klad yang tidak ditandatangani kemudian menjadi otentik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta • Kata Hal2 diubah menjadi Hal-hal Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah: Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta  Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.  Naskah Otentik Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi. Proklamasi Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal² jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, 17-8-'05 Wakil2 bangsa Indonesia.  Teks pidato proklamasi kemerdekaan Indonesia Tugu Proklamasi di jalan Proklamasi (dulu jalan Pegangsaan) tempat dibacakannya naskah proklamasi pada tahun 1945 Saudara-saudara sekalian! Saya telah meminta Anda untuk hadir di sini untuk menyaksikan peristiwa dalam sejarah kami yang paling penting. Selama beberapa dekade kita, Rakyat Indonesia, telah berjuang untuk kebebasan negara kita-bahkan selama ratusan tahun! Ada gelombang dalam tindakan kita untuk memenangkan kemerdekaan yang naik, dan ada yang jatuh, namun semangat kami masih ditetapkan dalam arah cita-cita kami. Juga selama zaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak pernah berhenti. Pada zaman Jepang itu hanya muncul bahwa kita membungkuk pada mereka. Tetapi pada dasarnya, kita masih terus membangun kekuatan kita sendiri, kita masih percaya pada kekuatan kita sendiri. Kini telah hadir saat ketika benar-benar kita mengambil nasib tindakan kita dan nasib negara kita ke tangan kita sendiri. Hanya suatu bangsa cukup berani untuk mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri akan dapat berdiri dalam kekuatan. Oleh karena semalam kami telah musyawarah dengan tokoh-tokoh Indonesia dari seluruh Indonesia. Bahwa pengumpulan deliberatif dengan suara bulat berpendapat bahwa sekarang telah datang waktu untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Saudara-saudara: Bersama ini kami menyatakan solidaritas penentuan itu. Dengarkan proklamasi kami:  PROKLAMASI KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA. HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN DISELENGGARAKAN DENGAN CARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA. DJAKARTA, 17 Agustus 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA SUKARNO-HATTA  Jadi, Saudara-saudara! Kita sekarang sudah bebas! Tidak ada lagi penjajahan yang mengikat negara kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita membangun negara kita. Sebuah negara bebas, Negara Republik Indonesia-lamanya dan abadi independen. Semoga Tuhan memberkati dan membuat aman kemerdekaan kita ini!   Cara Penyebaran Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.  Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.  Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect our Constitution, August 17!(Hormatilah Konstitusi kami tanggal 17 Agustus!) Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi. • Teuku Mohammad Hassan dari Aceh. • Sam Ratulangi dari Sulawesi. • Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali). • A. A. Hamidan dari Kalimantan.  Peringatan 17 Agustus 1945 Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Mulai dari lomba panjat pinang, lomba makan kerupuk, sampai upacara militer di Istana Merdeka, seluruh bagian dari masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara masing-masing.  Lomba-lomba tradisional Perlombaan yang seringkali menghiasi dan meramaikan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI diadakan di kampung-kampung/ pedesaan diikuti oleh warga setempat dan dikoordinir oleh pengurus kampung/ pemuda desa: • Panjat pinang • Balap bakiak • Tarik tambang • Sepeda lambat • Makan kerupuk • Balap karung • Perang bantal • Pemecahan balon • Pengambilan koin dalam terigu • Lari Kelereng  Peringatan Detik-detik Proklamasi Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara. Peringatan ini biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun televisi. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera Pusaka), pembacaan naskah Proklamasi, dll. Pada sore hari terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.  Sumber: Wikipedia  Indonesia  #### Berikanlah Komentar Sobat KSI setelah Membaca :) ####  -Reza
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Jumat, 17 Agustus 1945 Tahun Masehi, dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jala
n Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Latar belakang
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.


Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.

Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.

Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.



Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.

Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.

Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.

Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.

Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Isi Teks Proklamasi
Naskah Klad
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Naskah baru setelah mengalami perubahan
Di dalam teks proklamasi terdapat beberapa perubahan yaitu terdapat pada:
• Kata tempoh diubah menjadi tempo
• Kata Wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi Atas nama bangsa Indonesia
• Kata Djakarta, 17-8-05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 08 tahun '05
• Naskah proklamasi klad yang tidak ditandatangani kemudian menjadi otentik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta
• Kata Hal2 diubah menjadi Hal-hal
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.

Naskah Otentik
Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal² jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-'05
Wakil2 bangsa Indonesia.

Teks pidato proklamasi kemerdekaan Indonesia
Tugu Proklamasi di jalan Proklamasi (dulu jalan Pegangsaan) tempat dibacakannya naskah proklamasi pada tahun 1945
Saudara-saudara sekalian!
Saya telah meminta Anda untuk hadir di sini untuk menyaksikan peristiwa dalam sejarah kami yang paling penting.
Selama beberapa dekade kita, Rakyat Indonesia, telah berjuang untuk kebebasan negara kita-bahkan selama ratusan tahun!
Ada gelombang dalam tindakan kita untuk memenangkan kemerdekaan yang naik, dan ada yang jatuh, namun semangat kami masih ditetapkan dalam arah cita-cita kami.
Juga selama zaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak pernah berhenti. Pada zaman Jepang itu hanya muncul bahwa kita membungkuk pada mereka. Tetapi pada dasarnya, kita masih terus membangun kekuatan kita sendiri, kita masih percaya pada kekuatan kita sendiri.
Kini telah hadir saat ketika benar-benar kita mengambil nasib tindakan kita dan nasib negara kita ke tangan kita sendiri. Hanya suatu bangsa cukup berani untuk mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri akan dapat berdiri dalam kekuatan.
Oleh karena semalam kami telah musyawarah dengan tokoh-tokoh Indonesia dari seluruh Indonesia. Bahwa pengumpulan deliberatif dengan suara bulat berpendapat bahwa sekarang telah datang waktu untuk mendeklarasikan kemerdekaan.
Saudara-saudara:
Bersama ini kami menyatakan solidaritas penentuan itu.
Dengarkan proklamasi kami:

PROKLAMASI
KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA. HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN DISELENGGARAKAN DENGAN CARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA.
DJAKARTA, 17 Agustus 1945
ATAS NAMA BANGSA INDONESIA
SUKARNO-HATTA


Jadi, Saudara-saudara!
Kita sekarang sudah bebas!
Tidak ada lagi penjajahan yang mengikat negara kita dan bangsa kita!
Mulai saat ini kita membangun negara kita. Sebuah negara bebas, Negara Republik Indonesia-lamanya dan abadi independen. Semoga Tuhan memberkati dan membuat aman kemerdekaan kita ini




Cara Penyebaran Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.

Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.

Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect our Constitution, August 17!(Hormatilah Konstitusi kami tanggal 17 Agustus!) Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
• Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
• Sam Ratulangi dari Sulawesi.
• Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
• A. A. Hamidan dari Kalimantan.

Peringatan 17 Agustus 1945
Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Mulai dari lomba panjat pinang, lomba makan kerupuk, sampai upacara militer di Istana Merdeka, seluruh bagian dari masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara masing-masing.

Lomba-lomba tradisional
Perlombaan yang seringkali menghiasi dan meramaikan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI diadakan di kampung-kampung/ pedesaan diikuti oleh warga setempat dan dikoordinir oleh pengurus kampung/ pemuda desa:
• Panjat pinang
• Balap bakiak
• Tarik tambang
• Sepeda lambat
• Makan kerupuk
• Balap karung
• Perang bantal
• Pemecahan balon
• Pengambilan koin dalam terigu
• Lari Kelereng

Peringatan Detik-detik Proklamasi
Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara. Peringatan ini biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun televisi. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera Pusaka), pembacaan naskah Proklamasi, dll. Pada sore hari terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.

Sejarah Warung Makan Tegal (WARTEG)

Foto: Postingan ke-228: Sejarah Warung makan Tegal (WARTEG)  ##### Like mu penyemangat Admin #####  embali ke Warteg. Sejarah Warteg dapat dilacak menurut beberapa versi. Sejauh ini, sebagian besar kalangan percaya Warteg bermula sejak tahun 1950-an hinggan 1960-an. Saat itu pembangunan infrastruktur di ibukota demikian pesat. Sejumlah proyek dikerjakan, yang menimbulkan efek berganda (multiplier effect) sejumlah pekerja (tukang dan kuli) yang cukup banyak. Pekerja bangunan ini umumnya mendirikan bedeng-bedeng sementara di lokasi proyek. Selain tempat tinggal, pekerja ini membutuhkan konsumsi yang dapat dijangkau koceknya: murah, dan banyak. Peluang ini rupanya dibaca secara kreatif oleh warga Tegal. Kelompok imigran asal Tegal di ibukota mulai menyediakan layanan kuliner di lokasi proyek. Mereka mampu menjual produk yang murah dan banyak, yang kemudian menjadi satu stereotip Warteg yang dikenal publik hingga hari ini. Realitas ini kemudian menjadikan stereotip awal Warteg: berada di sekitar lokasi proyek, dibuat dari bahan-bahan semi permanen seperti halnya bedeng pekerja proyek, bersifat musiman mengikuti periodisasi pengerjaan proyek, dikerjakan oleh 3-5 pekerja boro yang umumnya laki-laki. Ada catatan menarik soal karakteristik Warteg ini. Umumnya Warteg diusahakan oleh kelompok keluarga (family) yang bergantian mengelola. Bila tak kebagian mengelola, mereka pulang ke kampung mengelola lahan pertanian yang ada. Berbeda dengan Rumah Makan Padang yang juga umumnya dikelola oleh tenaga kerja laki-laki, pemanfaatan tenaga kerja laki-laki pada Warteg disebabkan oleh alasan praktis, tidak memperhitungkan sistem nilai matriarkhi di Minang yang kabarnya mendudukkan perempuan dalam posisi kultural yang tinggi. Versi kedua merunut rentang historis yang lebih panjang lagi. Bermula dari setting gegeran Mataram-Batavia antara Sultan Agung dan VOC. Saat itu Tegal sebagai wilayah perbatasan Mataram dengan Cirebon, dan Batavia. Sudah diingat publik dalam pelajaran sejarah bahwa Sultan Agung dua kali menyerang Batavia secara besar-besaran, berturut-turut tahun 1628 dan 1629. Untuk kepentingan penyerangan ini, Sultan Agung memerintahkan pembukaan lahan sawah di wilayah Indramayu, Karawang dan sekitarnya, untuk menjamin ketersediaan logistik pasukan yang akan bertempur. Sultan Agung bahkan sampai mengerahkan kawula Mataram untuk menjadi petani di Indramayu dan sekitarnya, satu informasi yang saya dapat melalui Trilogi Rara Mendut gubahan Romo Mangunwijaya, menambahkan informasi yang selama ini saya duga: petani di Indramayu ya orang Indramayu sendiri. Bila informasi ini akurat, maka penduduk Indramayu dan sekitarnya hari ini masih bertalian darah dengan kawula Mataram, dengan mengandaikan petani Mataram kemudian bermukim di Indramayu hingga kini. Petani dan prajurit tentu berbeda. Prajurit datang, perang, menang (atau kalah), dan pulang. Sedang petani mempunyai kemungkinan domisili lebih lama. Bupati Tegal kala itu, Tumenggung Martoloyo ditunjuk sebagai senapati panglima perang, sekaligus menyiapkan ubo rampe peperangan, termasuk penyediaan logistik. Meski belum ada bukti otentik, kuat dugaan Martoloyo mengerahkan warga Tegal juga menjadi petani yang menyiapkan lahan di Indramayu, hingga menjadi juru masak pasukan di Batavia. Informasi ini saya dapat melalui seorang penulis Tegal, Suriali Andi Kustomo yang menyinggung dalam bukunya Tegal, Kota yang Tak Pernah Tidur (2004). Meski demikian, hingga saat ini, realitas yang tercatat dalam sejarah memang hanya pengerahan warga Tegal sebagai prajurit penggempur VOC di Batavia. Bangunan Warteg saat ini umumnya tidak lagi berbentuk bedeng darurat. Banyak bangunan Warteg dibuat semi permanen atau permanen. Ciri umum yang masih melekat adalah luas Warteg yang umumnya sempit sekira 15-20 M, serta bercat biru dan berada di lokasi yang ramai. Sajian yang disuguhkan umumnya terdiri dari banyak ragam sayur dan lauk, namun tak seperti Rumah Makan Padang sajian Warteg tak ada yang spesifik pasti ada pada setiap Warteg. Seperti halnya RM Padang yang mengasosiasikan diiri dalam Ikatan Warung Makan Padang Indonesia (Iwapin) yang membawahi tak kurang 20.000 earung se-Jakarta saja, pengusaha warteg umumnya bergabung dalam Koperasi Warung Tegal (Kowarteg). Berbeda dengan RM Padang yang telah masuk mall, dan menggurita dalam franchise yang tersebar pada banyak kota seperti jaringan Garuda, Sederhana, Simpang Raya, Siang Malam, atau Pagi Sore, Warteg tak beranjak dari sela-sela kota. Soal cat biru pada Warteg, ada ceritanya. Kawasan Tegal sebagai daerah asal pengusaha Warteg berada pada topografi pesisir sekaligus agrarian. Topografi pesisir ini kemudian menginspirasi pengusaha untuk mengecat biru Wartegnya. Agar ingat selalu kampung halaman, begitu kira-kira pikir pengusaha Warteg. Untuk sayur dan lauk, seorang mahasiswa IPB pernah meneliti, bahwa tak kurang terdapat 12 jenis sayur dan maksimal terdapat 4 jenis lauk yang disajikan. Bila pada RM Padang hampir pasti selalu ada rendang, daun singkong rebus dan sambal balado, pada warteg tak ada menu khusus yang menjadi ciri utamanya. Di Tegal, umumnya Warteg menyajikan sayur biasa disebut ’sambel tempe’ atau ponggol. Disebut ’sambel tempe’ sebenarnya kurang tepat, karena karakteristik sayur tersebut mendekati ’tumis tempe’ ketimbang ’sambel tempe’. Salah kaprah identitas ini juga terjadi pada tradisi kulinari Solo dan Yogyakarta untuk menyebut sajian serupa sebagai ’sambel goreng tempe’. Ponggol merupakan sajian yang dikenal luas di Tegal, yang dalam praktiknya sudah termasuk nasi putih yang dibungkus. Semenjak beberapa tahun terakhir warga Tegal mengenal sajian ’ponggol setan’, yakni nasi ponggol yang dijual malam hari seperti halnya nasi kucing di Solo dan Yogyakarta.  # Berikanlah Komentar yang Sopan dan Berbudaya #  Sumber: sosbud.kompasiana.com  -Reza
Sejarah Warteg dapat dilacak menurut beberapa versi. Sejauh ini, sebagian besar kalangan percaya Warteg bermula sejak tahun 1950
-an hinggan 1960-an. Saat itu pembangunan infrastruktur di ibukota demikian pesat. Sejumlah proyek dikerjakan, yang menimbulkan efek berganda (multiplier effect) sejumlah pekerja (tukang dan kuli) yang cukup banyak. Pekerja bangunan ini umumnya mendirikan bedeng-bedeng sementara di lokasi proyek. Selain tempat tinggal, pekerja ini membutuhkan konsumsi yang dapat dijangkau koceknya: murah, dan banyak.

Peluang ini rupanya dibaca secara kreatif oleh warga Tegal. Kelompok imigran asal Tegal di ibukota mulai menyediakan layanan kuliner di lokasi proyek. Mereka mampu menjual produk yang murah dan banyak, yang kemudian menjadi satu stereotip Warteg yang dikenal publik hingga hari ini. Realitas ini kemudian menjadikan stereotip awal Warteg: berada di sekitar lokasi proyek, dibuat dari bahan-bahan semi permanen seperti halnya bedeng pekerja proyek, bersifat musiman mengikuti periodisasi pengerjaan proyek, dikerjakan oleh 3-5 pekerja boro yang umumnya laki-laki.
Ada catatan menarik soal karakteristik Warteg ini. Umumnya Warteg diusahakan oleh kelompok keluarga (family) yang bergantian mengelola. Bila tak kebagian mengelola, mereka pulang ke kampung mengelola lahan pertanian yang ada. Berbeda dengan Rumah Makan Padang yang juga umumnya dikelola oleh tenaga kerja laki-laki, pemanfaatan tenaga kerja laki-laki pada Warteg disebabkan oleh alasan praktis, tidak memperhitungkan sistem nilai matriarkhi di Minang yang kabarnya mendudukkan perempuan dalam posisi kultural yang tinggi.
Versi kedua merunut rentang historis yang lebih panjang lagi. Bermula dari setting gegeran Mataram-Batavia antara Sultan Agung dan VOC. Saat itu Tegal sebagai wilayah perbatasan Mataram dengan Cirebon, dan Batavia. Sudah diingat publik dalam pelajaran sejarah bahwa Sultan Agung dua kali menyerang Batavia secara besar-besaran, berturut-turut tahun 1628 dan 1629. Untuk kepentingan penyerangan ini, Sultan Agung memerintahkan pembukaan lahan sawah di wilayah Indramayu, Karawang dan sekitarnya, untuk menjamin ketersediaan logistik pasukan yang akan bertempur. Sultan Agung bahkan sampai mengerahkan kawula Mataram untuk menjadi petani di Indramayu dan sekitarnya, satu informasi yang saya dapat melalui Trilogi Rara Mendut gubahan Romo Mangunwijaya, menambahkan informasi yang selama ini saya duga: petani di Indramayu ya orang Indramayu sendiri. Bila informasi ini akurat, maka penduduk Indramayu dan sekitarnya hari ini masih bertalian darah dengan kawula Mataram, dengan mengandaikan petani Mataram kemudian bermukim di Indramayu hingga kini. Petani dan prajurit tentu berbeda. Prajurit datang, perang, menang (atau kalah), dan pulang. Sedang petani mempunyai kemungkinan domisili lebih lama.

Bupati Tegal kala itu, Tumenggung Martoloyo ditunjuk sebagai senapati panglima perang, sekaligus menyiapkan ubo rampe peperangan, termasuk penyediaan logistik. Meski belum ada bukti otentik, kuat dugaan Martoloyo mengerahkan warga Tegal juga menjadi petani yang menyiapkan lahan di Indramayu, hingga menjadi juru masak pasukan di Batavia. Informasi ini saya dapat melalui seorang penulis Tegal, Suriali Andi Kustomo yang menyinggung dalam bukunya Tegal, Kota yang Tak Pernah Tidur (2004). Meski demikian, hingga saat ini, realitas yang tercatat dalam sejarah memang hanya pengerahan warga Tegal sebagai prajurit penggempur VOC di Batavia.

Bangunan Warteg saat ini umumnya tidak lagi berbentuk bedeng darurat. Banyak bangunan Warteg dibuat semi permanen atau permanen. Ciri umum yang masih melekat adalah luas Warteg yang umumnya sempit sekira 15-20 M, serta bercat biru dan berada di lokasi yang ramai. Sajian yang disuguhkan umumnya terdiri dari banyak ragam sayur dan lauk, namun tak seperti Rumah Makan Padang sajian Warteg tak ada yang spesifik pasti ada pada setiap Warteg.
Seperti halnya RM Padang yang mengasosiasikan diiri dalam Ikatan Warung Makan Padang Indonesia (Iwapin) yang membawahi tak kurang 20.000 earung se-Jakarta saja, pengusaha warteg umumnya bergabung dalam Koperasi Warung Tegal (Kowarteg). Berbeda dengan RM Padang yang telah masuk mall, dan menggurita dalam franchise yang tersebar pada banyak kota seperti jaringan Garuda, Sederhana, Simpang Raya, Siang Malam, atau Pagi Sore, Warteg tak beranjak dari sela-sela kota. Soal cat biru pada Warteg, ada ceritanya. Kawasan Tegal sebagai daerah asal pengusaha Warteg berada pada topografi pesisir sekaligus agrarian. Topografi pesisir ini kemudian menginspirasi pengusaha untuk mengecat biru Wartegnya. Agar ingat selalu kampung halaman, begitu kira-kira pikir pengusaha Warteg.

Untuk sayur dan lauk, seorang mahasiswa IPB pernah meneliti, bahwa tak kurang terdapat 12 jenis sayur dan maksimal terdapat 4 jenis lauk yang disajikan. Bila pada RM Padang hampir pasti selalu ada rendang, daun singkong rebus dan sambal balado, pada warteg tak ada menu khusus yang menjadi ciri utamanya. Di Tegal, umumnya Warteg menyajikan sayur biasa disebut ’sambel tempe’ atau ponggol. Disebut ’sambel tempe’ sebenarnya kurang tepat, karena karakteristik sayur tersebut mendekati ’tumis tempe’ ketimbang ’sambel tempe’. Salah kaprah identitas ini juga terjadi pada tradisi kulinari Solo dan Yogyakarta untuk menyebut sajian serupa sebagai ’sambel goreng tempe’. Ponggol merupakan sajian yang dikenal luas di Tegal, yang dalam praktiknya sudah termasuk nasi putih yang dibungkus. Semenjak beberapa tahun terakhir warga Tegal mengenal sajian ’ponggol setan’, yakni nasi ponggol yang dijual malam hari seperti halnya nasi kucing di Solo dan Yogyakarta.

Lambang Garuda Pernah Alami Perubahan 3 kali

Foto: Postingan ke-238 : Garuda Pernah alami Perubahan 3 kali  orang Indonesia baca ini! berani baca harus like! post by -= F-A =-  Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, Sultan Hamid II diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.  Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.  Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali – Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.  AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “’tidak berjambul”’ seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950.  Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.  Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.  Kenapa Burung Garuda menghadap ke barat? -> karena pada zaman dulu daerah barat adalah daerah yang maju, dengan tujuan agar Indonesia dapat maju seperti daerah barat  Kenapa harus burung ? -> karena burung di anggap sebagai lambang ksatria dan sangat cocok untuk melambangkan negara kita ini  Apa benar ada burung Garuda ? -> tidak, namun ada burung yang mirip dengan burung garuda, yaitu elang jawa  Kenapa kaki yang mencengkram pita dari belakang dirubah menjadi depan ? -> karena jika di cengkram dari belakang di anggap mudah untuk di hempaskan (dijatuhkan) sehingga dirubah menjadi di depan dengan tujuan agar Indonesia tidak gampang untuk di robohkan / di hancurkan.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, Sultan Hamid II diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali – Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.

AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “’tidak berjambul”’ seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950.

Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.

Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.

Kenapa Burung Garuda menghadap ke barat?
-> karena pada zaman dulu daerah barat adalah daerah yang maju, dengan tujuan agar Indonesia dapat maju seperti daerah barat

Kenapa harus burung ?
-> karena burung di anggap sebagai lambang ksatria dan sangat cocok untuk melambangkan negara kita ini

Apa benar ada burung Garuda ?
-> tidak, namun ada burung yang mirip dengan burung garuda, yaitu elang jawa

Kenapa kaki yang mencengkram pita dari belakang dirubah menjadi depan ?
-> karena jika di cengkram dari belakang di anggap mudah untuk di hempaskan (dijatuhkan) sehingga dirubah menjadi di depan dengan tujuan agar Indonesia tidak gampang untuk di robohkan / di hancurkan.

25 Fakta Keistimewaan Indonesia Di Mata Dunia

1. PT.PAL sukses membuat salah satu kapal terbaik di dunia "Star 50" berbobot 50,000 ton. Salah satu Negara yang memesan kapal ini adalah Singapura.

2. Di singapura, gamelan menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar pada hampir sebagian wilayahnya.

3. Pabrik/manufaktur Mattel (boneka Barbie USA) hanya ada 2 di dunia. Pabrik pertama berada di China dan lainnya di Jababeka, Cikarang, Jawa Barat.

4. Brand internasional yang amat prestisius, Gucci, menggunakan kain tenun asli Indonesia sebagai bahan bakunya.

5. Mobil terpopuler di Uni Emirat Arab adalah Toyota Kijang Innova yang sepenuhnya diproduksi di Indonesia.

6. Bunga nasional Korea Utara yang amat popular Kimilsungia berasal dari Indonesia dan diberi nama oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno.

7. Tahukah Anda, airbridge –tangga belalai menuju pintu pesawat yang ngetrend di bandara-bandara dunia kali pertama dibuat oleh PT Bukaka, Indonesia.

8. Pejuang HAM legendaris dan bapak pembebasan Negara Afrika Selatan, Nelson Mandela, setelah berhasil menghapus Apartheid di negerinya, mengakui bahwa perjuangannya itu diinspirasikan oleh perjuangan Syekh Yusuf dari Makassar.

9. Tahun 2002, dalam Special Edition TIME magazine on Asian Heroes, penyanyi Iwan Fals menjadi cover fullpage. Begitu juga dengan Aa Gym di tahun 2006 (The Holy Quran).

10. Mobil prestisius, Mercedes Benz, menggunakan knalpot buatan Indonesia, yang pengerjaannya sepenuhnya dilakukan di Purbalingga, Jawa Tengah.

11. Presiden RI ke-3, BJ Habibie adalah pemegang 46 paten di bidang aeronautika dunia.

12. David Foster mengaku, lagu ciptaanya ‘To Love You More’ yang dibawakan Celine Dion terinspirasi dari musik Keroncong yang berasal dari Indonesia.

13. Menara Kuala Lumpur ternyata dirancang oleh putra Indonesia, Ir.Achmad Murdijat alumni ITB.

14. Indofood merupakan produsen mie instan terbesar di dunia.

15. Tas Bagteria made in Indonesia telah dijajakan di berbagai etalase di mall-mall kelas atas di 32 negara di seluruh penjuru dunia. Public figure dunia yang mengenakan produk ini antara lain Paris Hilton, Zara Phillips, Emma Thomson, dan Audrey Tatou.

16. Tiga jenis kopi andalan Starbucks di Seattle, AS, adalah: Sumatera, Java Mocha dan Toraja Coffee. Ketiga jenis kopi ini dipajang di etalase paling depan.

17. Koin Ringgit Malaysia dan passport Malaysia adalah produksi PT PERURI.

18. Seragam serdadu NATO diproduksi oleh PT Sritex, Solo, Jawa Tengah.

19. Kacang dua kelinci (PT Dua Kelinci), menjadi sponsor Real Madrid.

20. Motor GP, Produsen Honda menggunakan jargon ”One Heart” (Honda Indonesia) yang terpasang di motor balapnya, Yamaha juga membubuhi jargon ”Semakin di Depan” di baju balapnya. Walaupun motor Jepang, tapi Semua produksinya dilakukan di Indonesia.

21. Stadion Gelora Bung Karno merupakan stadion terbesar ke-2 di Asia.

22. Senjata yang namanya Kriss SVD terinspirasi dari senjata tradisional Indonesia, Keris. Pencipta Kriss SVD ternyata pernah tinggal di Indonesia.

23. Sepatu Adidas bekerja sama dengan salah satu perusahaan sepatu Indonesia dan merupakan satu-satunya perusahaan sepatu yang dipercaya oleh Adidas untuk memproduksi Football Shoes di seluruh dunia.

24. Biji kopi luwak adalah biji kopi termahal di dunia, dan produsennya adalah Indonesia.

25. Jersey dan Jaket Official Manchester United adalah buatan Indonesia.

Sejarah Indonesia Di Piala Dunia 1938 Prancis

Foto: Postingan ke-262 : Sejarah Indonesia Di Piala Dunia 1938 Prancis  waah kita kudu merasa bangga akan hal ini!! berani baca harus like! post by -= F-A =-  Indonesia, di bawah bendera kolonial Belanda, pernah ikut berpartisipasi dalam pertandingan sepakbola terakbar sejagat yaitu di Piala Dunia 1938 di Prancis. Meskipun Hindia-Belanda kini sudah merdeka dan berganti nama menjadi Indonesia, menurut aturan Badan Sepakbola Dunia (FIFA), Indonesia tetap menyandang rekor negara pendahulu, dalam hal ini Hindia-Belanda. Oleh sebab itu Indonesia tercatat oleh FIFA sebagai negara Asia pertama, dan sejauh ini satu-satunya negara Asia Tenggara yang pernah berpartisipasi dalam Piala Dunia. Keputusan FIFA menyelenggarakan Piala Dunia 1938 di Prancis mendatangkan kemarahan negara-negara Amerika Selatan, karena mereka mengira FIFA akan terus menyelenggarakan Piala Dunia di kedua benua secara bergantian. Keputusan ini berujung pada pengunduran diri Argentina dan Uruguay, diikuti negara-negara lain. Alhasil peserta kualifikasi pun menjadi sedikit, dan bagi beberapa negara ini menjadi sebuah keberuntungan, karena mereka dengan mudah masuk Piala Dunia tanpa melawan siapa pun. Indonesia, dengan nama Nederlands-Indië (Hindia-Belanda) pun mengalami keberuntungan serupa. Mereka yang dijadwalkan bermain melawan Jepang di Grup 12 pun dapat melenggang bebas ke Prancis, karena Jepang mengundurkan diri.  Pengiriman kesebelasan Hindia Belanda bukannya tanpa hambatan. NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau Organisasi Sepakbola Hindia-Belanda di Batavia bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) yang telah berdiri 19 April 1930. PSSI yang diketuai Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa, ingin pemain mereka yang dikirimkan. NIVU dan PSSI kemudian membuat kesepakatan pada 5 Januari 1937, salah satu butirnya yakni dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia atau semacam seleksi tim. Namun, NIVU melanggar perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya.  Konon, NIVU melakukannya karena tak mau kehilangan muka, karena PSSI masa itu memiliki tim yang kuat, termasuk kipernya yaitu R. Maladi. Hal ini membuat Soeratin sangat marah dan PSSI lantas membatalkan secara sepihak perjanjian dengan NIVU saat Kongres PSSI di Solo pada 1938. Andai saja Tim PSSI yang berangkat, mungkin mereka akan bertanding mewakili Indonesia, dan bukan Hindia-Belanda. Namun apa boleh buat, kesebelasan dikirimkan tanpa mengikutsertakan pemain PSSI dan menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.  Ditangani pelatih Johannes van Mastenbroek, pemain kesebelasan Hindia-Belanda adalah mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda. Sulit untuk mengetahui secara pasti daftar susunan pemain Hindia-Belanda yang ikut bertanding, mengingat ketika itu Tim Hindia-Belanda hanya melakukan satu kali pertandingan dan juga minimnya pencatatan informasi pada masa itu, namun yang resmi tercatat oleh FIFA adalah sebagai berikut: Mo Heng Tan (penjaga gawang), Achmad Nawir (kapten), Hong Djien Tan, Frans Meeng, Tjaak Pattiwael, Hans Taihuttu, Suvarte Soedarmadji, Anwar Sutan, Henk Sommers, Frans Hukon, dan Jack Samuels, sedangkan di bangku cadangan adalah: J. Harting (penjaga gawang), Mo Heng Bing, Dorst, Teilherber, G. Faulhaber, R. Telwe, See Han Tan, dan G. Van den Burgh. Melihat dari nama-namanya, tentu kita patut berbangga, karena selain orang-orang Belanda, orang Jawa, Ambon, Tionghoa dan pribumi lainnya pun diikutserakan dalam skuad.  Mereka berangkat pada tanggal 18 Maret 1938 menggunakan Kapal MS Johan van Oldenbarnevelt dari Tandjong Priok, Batavia menuju Belanda. Tim Hindia-Belanda pun akhirnya tiba di Pelabuhan Rotterdam setelah terombang-ambing oleh badai petir selama 3 bulan. Untuk memulihkan kondisi fisik dan mental, mereka melakukan beberapa pertandingan ujicoba. Surat kabar Sin Po – yang uniknya selalu menyebut Tim NIVU dengan sebutan “Team Indonesia” – secara kontinyu melaporkan perjalanan NIVU ke Eropa. Sin Po edisi 26 Mei 1938 memberitakan van Bommel dari NIVU telah menghadap Menteri Urusan Tanah Jajahan yang akan menerima Tim Indonesia pada 31 Mei. Sin Po 27 Mei 1938 memberitakan hasil pertandingan Indonesia melawan HBS, skor 2-2. Edisi 28 Mei 1938, dilaporkan bahwa Mo Heng (kiper) cedera sehingga diragukan bisa tampil di Prancis, juga bahwa Tim Indonesia menyaksikan pertandingan Liga Belanda antara Heracles melawan Feyenoord. Sin Po 2 Juni 1938 mewartakan, Indonesia menang atas klub Haarlem dengan skor 5-3. Mereka bermain dengan formasi 2-2-6, sebuah strategi yang berorientasi menyerang. Strategi inilah yang telah mereka siapkan untuk melawan Hongaria, lawan pertama mereka, yang begitu dijagokan di Piala Dunia ini. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka menuju Paris dengan kereta api diiringi oleh yel-yel dari sekelompok suporter, antara lain nyanyian “Kora kora, nee” yang mirip dengan nyanyian “Olé, olé, olé” yang populer sekarang ini.  5 Juni 1938, pukul 17.00 waktu setempat, tibalah saatnya pertandingan antara Hongaria dan Hindia-Belanda. Pertandingan berlangsung di Vélodrome Municipal di kota Reims, 129 km dari Paris, dihadiri oleh sekitar 9000 penonton dan wartawan dari 27 negara berbeda. Konon, sebelum kickoff, para pemain Hindia-Belanda lupa melakukan kegiatan ritual mereka, seperti Mo sang kiper yang lupa menepuk-nepuk kedua tiang gawang, dan si midfielder kidal “Boedie,” yang melupakan kebiasaannya membulat-bulatkan rumput lapangan dengan jarinya terus menerus sampai berair, dan menghirupnya.  Mereka pun bermain dengan formasi menyerang 2-2-6, namun tak bisa berbuat banyak. Baru 13 menit permainan berjalan, gawang Mo Heng sudah berhasil dibobol penyerang Hongaria Vilmos Kohut. Disusul gol-gol lainnya di menit 15, 28, dan 35. Babak pertama berakhir 4-0, namun dua gol lagi berhasil disarangkan pemain Hongaria ke gawang Hindia-Belanda yang menjadikan skor akhir 6-0. Sayangnya, ketika itu Piala Dunia menggunakan format knockout, dimana tim yang kalah otomatis tersingkir. Piala Dunia tahun 1938 merupakan Piala Dunia terakhir menggunakan format ini. Andaikan saja menggunakan format grup, pastinya lebih banyak pertandingan yang dimainkan oleh Tim Hindia-Belanda, dan lebih besar kemungkinan menjadi juara grup, atau setidaknya memenangkan satu match saja. Alhasil, perjuangan Tim Hindia-Belanda berakhir begitu saja setelah digilas 6-0 oleh Hongaria, tim tangguh yang akhirnya menjadi Juara 2 setelah kalah 4-2 oleh Italia. Meskipun demikian, surat kabar Prancis Le Figaro memuji semangat juang kesebelasan Hindia-Belanda, The Sunday Times memuji fairplay mereka, dan pada edisi 7 Juni 1938, Sin Po menampilkan headline nan heroik: “Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah.  Foto di atas diabadikan saat kedua tim, Hongaria dan Hindia-Belanda mendengarkan lagu kebangsaan mereka masing-masing. Tentunya saat itu bukan Indonesia Raya yang diperdengarkan, melainkan lagu kebangsaan Belanda yaitu “Het Wilhelmus.” Jika Anda perhatikan Mo Heng sang penjaga gawang, ia sedang menggendong sebuah boneka. Saya pertama kali mengira boneka itu nantinya diberikan kepada Tim Hongaria sebagai tukar-menukar suvenir, seperti pada pertandingan-pertandingan sepakbola yang kita saksikan di televisi selama ini, tetapi ternyata tidak. Di dalam buku “La grande histoire de la coupe du monde” dijelaskan bahwa boneka India yang digendong oleh Mo Heng nantinya akan digantung di jala gawang sebagai jimat. Namun apa daya, boneka itu digetarkan enam kali sepanjang pertandingan dan menjadikannya rekor satu-satunya keikutsertaan Indonesia di Piala Dunia.
Indonesia, di bawah bendera kolonial Belanda, pernah ikut berpartisipasi dalam pertandingan sepakbola terakbar sejagat yaitu di Piala Dunia 1938 di Prancis. Meskipun Hindia-Belanda kini sudah merdeka dan berganti nama menjadi Indonesia, menurut aturan Badan Sepakbola Dunia (FIFA), Indonesia tetap menyandang rekor negara pendahulu, dalam hal ini Hindia-Belanda. Oleh sebab itu Indonesia tercatat oleh FIFA sebagai negara Asia pertama, dan sejauh ini satu-satunya negara Asia Tenggara yang pernah berpartisipasi dalam Piala Dunia.
Keputusan FIFA menyelenggarakan Piala Dunia 1938 di Prancis mendatangkan kemarahan negara-negara Amerika Selatan, karena mereka mengira FIFA akan terus menyelenggarakan Piala Dunia di kedua benua secara bergantian. Keputusan ini berujung pada pengunduran diri Argentina dan Uruguay, diikuti negara-negara lain. Alhasil peserta kualifikasi pun menjadi sedikit, dan bagi beberapa negara ini menjadi sebuah keberuntungan, karena mereka dengan mudah masuk Piala Dunia tanpa melawan siapa pun. Indonesia, dengan nama Nederlands-Indië (Hindia-Belanda) pun mengalami keberuntungan serupa. Mereka yang dijadwalkan bermain melawan Jepang di Grup 12 pun dapat melenggang bebas ke Prancis, karena Jepang mengundurkan diri.

Pengiriman kesebelasan Hindia Belanda bukannya tanpa hambatan. NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau Organisasi Sepakbola Hindia-Belanda di Batavia bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) yang telah berdiri 19 April 1930. PSSI yang diketuai Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa, ingin pemain mereka yang dikirimkan. NIVU dan PSSI kemudian membuat kesepakatan pada 5 Januari 1937, salah satu butirnya yakni dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia atau semacam seleksi tim. Namun, NIVU melanggar perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya.

Konon, NIVU melakukannya karena tak mau kehilangan muka, karena PSSI masa itu memiliki tim yang kuat, termasuk kipernya yaitu R. Maladi. Hal ini membuat Soeratin sangat marah dan PSSI lantas membatalkan secara sepihak perjanjian dengan NIVU saat Kongres PSSI di Solo pada 1938. Andai saja Tim PSSI yang berangkat, mungkin mereka akan bertanding mewakili Indonesia, dan bukan Hindia-Belanda. Namun apa boleh buat, kesebelasan dikirimkan tanpa mengikutsertakan pemain PSSI dan menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.

Ditangani pelatih Johannes van Mastenbroek, pemain kesebelasan Hindia-Belanda adalah mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda. Sulit untuk mengetahui secara pasti daftar susunan pemain Hindia-Belanda yang ikut bertanding, mengingat ketika itu Tim Hindia-Belanda hanya melakukan satu kali pertandingan dan juga minimnya pencatatan informasi pada masa itu, namun yang resmi tercatat oleh FIFA adalah sebagai berikut: Mo Heng Tan (penjaga gawang), Achmad Nawir (kapten), Hong Djien Tan, Frans Meeng, Tjaak Pattiwael, Hans Taihuttu, Suvarte Soedarmadji, Anwar Sutan, Henk Sommers, Frans Hukon, dan Jack Samuels, sedangkan di bangku cadangan adalah: J. Harting (penjaga gawang), Mo Heng Bing, Dorst, Teilherber, G. Faulhaber, R. Telwe, See Han Tan, dan G. Van den Burgh. Melihat dari nama-namanya, tentu kita patut berbangga, karena selain orang-orang Belanda, orang Jawa, Ambon, Tionghoa dan pribumi lainnya pun diikutserakan dalam skuad.

Mereka berangkat pada tanggal 18 Maret 1938 menggunakan Kapal MS Johan van Oldenbarnevelt dari Tandjong Priok, Batavia menuju Belanda. Tim Hindia-Belanda pun akhirnya tiba di Pelabuhan Rotterdam setelah terombang-ambing oleh badai petir selama 3 bulan. Untuk memulihkan kondisi fisik dan mental, mereka melakukan beberapa pertandingan ujicoba. Surat kabar Sin Po – yang uniknya selalu menyebut Tim NIVU dengan sebutan “Team Indonesia” – secara kontinyu melaporkan perjalanan NIVU ke Eropa. Sin Po edisi 26 Mei 1938 memberitakan van Bommel dari NIVU telah menghadap Menteri Urusan Tanah Jajahan yang akan menerima Tim Indonesia pada 31 Mei. Sin Po 27 Mei 1938 memberitakan hasil pertandingan Indonesia melawan HBS, skor 2-2. Edisi 28 Mei 1938, dilaporkan bahwa Mo Heng (kiper) cedera sehingga diragukan bisa tampil di Prancis, juga bahwa Tim Indonesia menyaksikan pertandingan Liga Belanda antara Heracles melawan Feyenoord. Sin Po 2 Juni 1938 mewartakan, Indonesia menang atas klub Haarlem dengan skor 5-3. Mereka bermain dengan formasi 2-2-6, sebuah strategi yang berorientasi menyerang. Strategi inilah yang telah mereka siapkan untuk melawan Hongaria, lawan pertama mereka, yang begitu dijagokan di Piala Dunia ini. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka menuju Paris dengan kereta api diiringi oleh yel-yel dari sekelompok suporter, antara lain nyanyian “Kora kora, nee” yang mirip dengan nyanyian “Olé, olé, olé” yang populer sekarang ini.

5 Juni 1938, pukul 17.00 waktu setempat, tibalah saatnya pertandingan antara Hongaria dan Hindia-Belanda. Pertandingan berlangsung di Vélodrome Municipal di kota Reims, 129 km dari Paris, dihadiri oleh sekitar 9000 penonton dan wartawan dari 27 negara berbeda. Konon, sebelum kickoff, para pemain Hindia-Belanda lupa melakukan kegiatan ritual mereka, seperti Mo sang kiper yang lupa menepuk-nepuk kedua tiang gawang, dan si midfielder kidal “Boedie,” yang melupakan kebiasaannya membulat-bulatkan rumput lapangan dengan jarinya terus menerus sampai berair, dan menghirupnya.

Mereka pun bermain dengan formasi menyerang 2-2-6, namun tak bisa berbuat banyak. Baru 13 menit permainan berjalan, gawang Mo Heng sudah berhasil dibobol penyerang Hongaria Vilmos Kohut. Disusul gol-gol lainnya di menit 15, 28, dan 35. Babak pertama berakhir 4-0, namun dua gol lagi berhasil disarangkan pemain Hongaria ke gawang Hindia-Belanda yang menjadikan skor akhir 6-0. Sayangnya, ketika itu Piala Dunia menggunakan format knockout, dimana tim yang kalah otomatis tersingkir. Piala Dunia tahun 1938 merupakan Piala Dunia terakhir menggunakan format ini. Andaikan saja menggunakan format grup, pastinya lebih banyak pertandingan yang dimainkan oleh Tim Hindia-Belanda, dan lebih besar kemungkinan menjadi juara grup, atau setidaknya memenangkan satu match saja. Alhasil, perjuangan Tim Hindia-Belanda berakhir begitu saja setelah digilas 6-0 oleh Hongaria, tim tangguh yang akhirnya menjadi Juara 2 setelah kalah 4-2 oleh Italia. Meskipun demikian, surat kabar Prancis Le Figaro memuji semangat juang kesebelasan Hindia-Belanda, The Sunday Times memuji fairplay mereka, dan pada edisi 7 Juni 1938, Sin Po menampilkan headline nan heroik: “Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah.

Foto di atas diabadikan saat kedua tim, Hongaria dan Hindia-Belanda mendengarkan lagu kebangsaan mereka masing-masing. Tentunya saat itu bukan Indonesia Raya yang diperdengarkan, melainkan lagu kebangsaan Belanda yaitu “Het Wilhelmus.” Jika Anda perhatikan Mo Heng sang penjaga gawang, ia sedang menggendong sebuah boneka. Saya pertama kali mengira boneka itu nantinya diberikan kepada Tim Hongaria sebagai tukar-menukar suvenir, seperti pada pertandingan-pertandingan sepakbola yang kita saksikan di televisi selama ini, tetapi ternyata tidak. Di dalam buku “La grande histoire de la coupe du monde” dijelaskan bahwa boneka India yang digendong oleh Mo Heng nantinya akan digantung di jala gawang sebagai jimat. Namun apa daya, boneka itu digetarkan enam kali sepanjang pertandingan dan menjadikannya rekor satu-satunya keikutsertaan Indonesia di Piala Dunia.

Berjuang Merebut Kemerdekaan dengan Bambu Runcing ?

Foto: Postingan ke-268 : Berjuang Merebut Kemerdekaan dengan Bambu Runcing?  berani baca harus like! post by -= F-A =-  Mari kita sejenak melihat sejarah perjuangan bangsa kita melawan penjajah Belanda dan Jepang, apa yang digunakan pejuang-pejuang kita dulu ? Bambu runcing ! ya senjata yang sangat sederhan a, hanya bambu yang diruncingkan bagian ujungnya. Itulah senjata yang digunakan. Namun dengan semangat jihad, hidup atau mati, merdeka atau mati, tercapailah apa yang dicita-citakan, KEMERDEKAAN !  Mungkin saat itu ada yang menilai, mana mungkin bembu runcing dapat mengalahkan tank-tank Belanda dan Jepang ? Mana mungkin bambu runcing dapat mengalahkan peralatan perang modern yang dimilki Belanda dan Jepang ?  Kita simpan sejenak kisah bambu runcing. Kita lihat betapa hebatnya negara penjajah kita saat itu: Jepang. Jepang menunjukkan kehebatannya dengan menyerang pearl harbour.  Pada 7 Desember 1941, pesawat Jepang dikomandoi oleh Laksamana Madya Chuichi Nagumo melaksanakan serangan udara kejutan terhadap Pearl Harbor, pangkalan angkatan laut AS terbesar di Pasifik. Pasukan Jepang menghadapi perlawanan kecil dan menghancurkan pelabuhan tersebut. AS dengan segera mengumumkan perang terhadap Jepang.  Bersamaan dengan serangan terhadap Pearl Harbor, Jepang juga menyerang pangkalan udara AS di Filipina. Setelah serangan ini, Jepang menginvasi Filipina dan koloni-koloni Inggris di Hong Kong, Malaya, Borneo dan Birma dengan maksud selanjutnya menguasai ladang minyak Hindia Belanda. Seluruh wilayah ini dan daerah yang lebih luas lagi, jatuh ke tangan Jepang dalam waktu beberapa bulan saja. Markas Britania Raya di Singapura juga dikuasai, yang dianggap oleh Churchill sebagai salah satu kekalahan dan sejarah yang paling memalukan bagi Britania.  Amerika Serikat membalas Perebutan pulau-pulau seperti Iwo Jima dan Okinawa oleh pasukan AS menyebabkan Kepulauan Jepang berada dalam jangkauan serangan laut dan udara Sekutu. Di antara kota-kota lain, Tokyo dibom bakar oleh Sekutu, dimana dalam penyerangan awal sendiri ada 90.000 orang tewas akibat kebakaran hebat di seluruh kota. Jumlah korban yang tinggi ini disebabkan oleh kondisi penduduk yang padat di sekitar sentra produksi dan konstruksi kayu serta kertas pada rumah penduduk yang banyak terdapat di masa itu. Tanggal 6 Agustus 1945, bomber B-29 “Enola Gay” yang dipiloti oleh Kolonel Paul Tibbets, Jr. melepaskan satu bom atom Little Boy di Hiroshima, yang secara efektif menghancurkan kota tersebut.  Pada tanggal 8 Agustus 1945, Uni Soviet mendeklarasikan perang terhadap Jepang, seperti yang telah disetujui pada Konferensi Yalta, dan melancarkan serangan besar terhadap Manchuria yang diduduki Jepang (Operasi Badai Agustus). Tanggal 9 Agustus 1945,pesawat bomber jenis Boeing B-29 Superfortress “Bock’s Car” yang dipiloti oleh Mayor Charles Sweeney melepaskan satu bom atom Fat Man di Nagasaki.  Kombinasi antara penggunaan bom atom dan keterlibatan baru Uni Soviet dalam perang merupakan faktor besar penyebab menyerahnya Jepang, walaupun sebenarnya Uni Soviet belum mengeluarkan deklarasi perang sampai tanggal 8 Agustus 1945, setelah bom atom pertama dilepaskan. Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945, menandatangani surat penyerahan pada tanggal 2 September 1945 di atas kapal USS Missouri di teluk Tokyo.  Mari kita lihat, mungkinkah bambu runcing melawan senjata super modern penjajah kita?  Setelah menyerahnya Jepang, Sekutu memerintahkan agar Pemerintahan militer Jepang di Indonesia terus menjaga status quo sambil menunggu kedatangan pasukan Sekutu. Meskipun masih memiliki kekuatan militer di Indonesia, jepang enggan mengerahkan pasukannya.  Beberapa saat setelah menyerahnya Jepang ke Sekutu, para meuda menginginkan segera dilaksanakan perebutan kekuasan dari Jepang. Namun “kaum tua” menolaknya. Kemudian kita mengenal sejarah penculikan Soekarno yang dibawa ke Rengasdengklok.  Secara sporadis para pemuda melakukan perebutan kekuasaan dengan mengambilalih stasiun kereta api Manggarai dan Jatinegara serta sejumlah sarana dan prasrana lainnya.  “Bantuan Jepang”  Aksi pemuda menimbulkan dilema di kalangan petinggi Jepang. Di satu sisi harus menjaga Status Quo hingga Sekutu datang, di sisi lain orang Jepang sakit hati atas kekalahan mereka dari Sekutu. Beberapa dari tentara Jepang memutuskan bergabung dengan pejuang Indonesia untuk menghadapi musuh bersama yaitu pasukan Sekutu dan Belanda.  Sebagian besar orang Jepang yang sakit hari itu memilih mendukung perjuangan Bangsa Indonesia secara diam-diam. Berdasarkan rapat staf Tentara Ke-16 Jepang pada 21 September 1945, Para Petinggi Militer Jepang di Jawa diperintahkan untuk membantu bangsa Indonesia.  Teknisnya secara semu para pemuda RI harus melakukan serangan militer ke tangsi-tangsi Militer Jepang. Namun, jepang tidak akan melakukan perlawanan bahkan mereka akan lari tunggang langgang sambil meninggalkan senjata. para pemuda menyerang dengan bambu runcing. Jadi Jepang bukan lari tunggang langgang karena takut bambu runcing tetapi karena diperintahkan oleh komandannya.  Di Bandung, Laksamana Maeda membentuk kesepakatan dengan pejuang Indonesia untuk melakukan pertempuran Sandiwara guna mengelabui pesawat pengintai Sekutu. Di tengan “Pertempuran Dahsyat” itu, pasukan Maeda kemudian menarik diri dan meninggalkan persenjataan mereka agar diambil oleh para pejuang Indonesia. Sebagai imbalannya, para pejuang menghadiahkan dua ekor kera kepada Maeda untuk dibawa pulang ke Jepang.  Namun, tidak semua tentara jepang mentaati perintah atasannya di Jakarta. Panglima Jepang di Jawa Tengah, Jenderal Nakamura telah memerintahkan pasukannya untuk menyerahkan senjata kepada pihak Indonesia. Namun, Komandan Garnisun Jepang di Semarang, Mayor Kido menolak dan mengabaikan perintah ini. Terjadilah pertempuran antara pihak Indonesia dengan Pasukan Jepang pimpinan Mayor Kido di Semarang yang dikenal dengan ‘Pertempuran Lima Hari’ dan berakhir ketika Sekutu datang Mengambil alih Indonesia.  Diperkirakan dalam pertempuran Lima Hari ini, 2000 orang Indonesia terbunuh. Pertempuran beakhir ketika Tentara Inggris tiba di Semarang.  Jadi kita harus logis dalam menilai sejarah. Maaf bukan mengecilkan arti perjuangan Bangsa, namun ini penting agar anak-anak kita berpikir jernih dan belajar kuat menjadi pemenang di dunia ini. Jika kita terlena dengan “khayalan” bahwa berjuang melawan pasukan Jepang yang memiliki pesawat pem-bom, Kapal Induk, Meriam dan Tank Baja mengadalkan Bambu Runcing.  Ajarkan anak-anak kita bahwa bila ingin menjadi bangsa yang besar berpikirlah besar. Ingin menjadi bangsa yang kuat, cerdaslah melalui pendidikan. Dan ingin menguasai dunia kuasailah teknologi, termasuk teknologi perang.  Saya akan sangat bangga ketika ada anak-anak kita kelak dewasa mampu menciptakan teknolgi super canggih untuk “menundukkan” bangsa lain. Tanpa harus terus menerus mengkhayal yang kecil melawan yang besar tanpa logika.  Untunglah Founding Father kita, bapak pendiri bangsa ini sangat bijak dengan menyebutkan kemenangan besar kemerdekaan RI adalah Atas Berkat Ramat Allah SWT sehingga kemerdekaan dapat terwujud melalui cara-Nya. Perjuangan melawan sekutu, militer RI dan para militer, pemuda dengan gagah berani menyambut kedatangan Sekutu dan NICA-Belanda dengan tembakan Senjata dan Meriam peninggalan Jepang.  Jadi menurut saya, jangan terlalu dibesar-besarkan perjuangan yang bermodal bambu runcing itu dapat mengalahkan penjajah Belanda dan Jepang ! Barangkali rakyat awam saat itu melihat pemuda menyerang tangsi militer jepang menggunakan bambu runcing memang benar adanya. Namun itu semua karena ada rahasia tingkat tinggi militer yang tak diketahuinya.  Jangan sampai anak-anak kita memandang bahwa jika menjadi Tentara Nasional Indonesia tidak memerlukan senjata canggih, cukup bambu runcing! Saya sangat bangga ketika militer Indonesia “Sangar” dengan senjata super canggihnya, apalagi buatan dalam negeri.
Mari kita sejenak melihat sejarah perjuangan bangsa kita melawan penjajah Belanda dan Jepang, apa yang digunakan pejuang-pejuang kita dulu ? Bambu runcing ! ya senjata yang sangat sederhan
a, hanya bambu yang diruncingkan bagian ujungnya. Itulah senjata yang digunakan. Namun dengan semangat jihad, hidup atau mati, merdeka atau mati, tercapailah apa yang dicita-cit
akan, KEMERDEKAAN !

Mungkin saat itu ada yang menilai, mana mungkin bembu runcing dapat mengalahkan tank-tank Belanda dan Jepang ? Mana mungkin bambu runcing dapat mengalahkan peralatan perang modern yang dimilki Belanda dan Jepang ?

Kita simpan sejenak kisah bambu runcing. Kita lihat betapa hebatnya negara penjajah kita saat itu: Jepang. Jepang menunjukkan kehebatannya dengan menyerang pearl harbour.

Pada 7 Desember 1941, pesawat Jepang dikomandoi oleh Laksamana Madya Chuichi Nagumo melaksanakan serangan udara kejutan terhadap Pearl Harbor, pangkalan angkatan laut AS terbesar di Pasifik. Pasukan Jepang menghadapi perlawanan kecil dan menghancurkan pelabuhan tersebut. AS dengan segera mengumumkan perang terhadap Jepang.

Bersamaan dengan serangan terhadap Pearl Harbor, Jepang juga menyerang pangkalan udara AS di Filipina. Setelah serangan ini, Jepang menginvasi Filipina dan koloni-koloni Inggris di Hong Kong, Malaya, Borneo dan Birma dengan maksud selanjutnya menguasai ladang minyak Hindia Belanda. Seluruh wilayah ini dan daerah yang lebih luas lagi, jatuh ke tangan Jepang dalam waktu beberapa bulan saja. Markas Britania Raya di Singapura juga dikuasai, yang dianggap oleh Churchill sebagai salah satu kekalahan dan sejarah yang paling memalukan bagi Britania.

Amerika Serikat membalas
Perebutan pulau-pulau seperti Iwo Jima dan Okinawa oleh pasukan AS menyebabkan Kepulauan Jepang berada dalam jangkauan serangan laut dan udara Sekutu. Di antara kota-kota lain, Tokyo dibom bakar oleh Sekutu, dimana dalam penyerangan awal sendiri ada 90.000 orang tewas akibat kebakaran hebat di seluruh kota. Jumlah korban yang tinggi ini disebabkan oleh kondisi penduduk yang padat di sekitar sentra produksi dan konstruksi kayu serta kertas pada rumah penduduk yang banyak terdapat di masa itu. Tanggal 6 Agustus 1945, bomber B-29 “Enola Gay” yang dipiloti oleh Kolonel Paul Tibbets, Jr. melepaskan satu bom atom Little Boy di Hiroshima, yang secara efektif menghancurkan kota tersebut.

Pada tanggal 8 Agustus 1945, Uni Soviet mendeklarasikan perang terhadap Jepang, seperti yang telah disetujui pada Konferensi Yalta, dan melancarkan serangan besar terhadap Manchuria yang diduduki Jepang (Operasi Badai Agustus). Tanggal 9 Agustus 1945,pesawat bomber jenis Boeing B-29 Superfortress “Bock’s Car” yang dipiloti oleh Mayor Charles Sweeney melepaskan satu bom atom Fat Man di Nagasaki.

Kombinasi antara penggunaan bom atom dan keterlibatan baru Uni Soviet dalam perang merupakan faktor besar penyebab menyerahnya Jepang, walaupun sebenarnya Uni Soviet belum mengeluarkan deklarasi perang sampai tanggal 8 Agustus 1945, setelah bom atom pertama dilepaskan. Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945, menandatangani surat penyerahan pada tanggal 2 September 1945 di atas kapal USS Missouri di teluk Tokyo.

Mari kita lihat, mungkinkah bambu runcing melawan senjata super modern penjajah kita?

Setelah menyerahnya Jepang, Sekutu memerintahkan agar Pemerintahan militer Jepang di Indonesia terus menjaga status quo sambil menunggu kedatangan pasukan Sekutu. Meskipun masih memiliki kekuatan militer di Indonesia, jepang enggan mengerahkan pasukannya.

Beberapa saat setelah menyerahnya Jepang ke Sekutu, para meuda menginginkan segera dilaksanakan perebutan kekuasan dari Jepang. Namun “kaum tua” menolaknya. Kemudian kita mengenal sejarah penculikan Soekarno yang dibawa ke Rengasdengklok.

Secara sporadis para pemuda melakukan perebutan kekuasaan dengan mengambilalih stasiun kereta api Manggarai dan Jatinegara serta sejumlah sarana dan prasrana lainnya.

“Bantuan Jepang”

Aksi pemuda menimbulkan dilema di kalangan petinggi Jepang. Di satu sisi harus menjaga Status Quo hingga Sekutu datang, di sisi lain orang Jepang sakit hati atas kekalahan mereka dari Sekutu. Beberapa dari tentara Jepang memutuskan bergabung dengan pejuang Indonesia untuk menghadapi musuh bersama yaitu pasukan Sekutu dan Belanda.

Sebagian besar orang Jepang yang sakit hari itu memilih mendukung perjuangan Bangsa Indonesia secara diam-diam. Berdasarkan rapat staf Tentara Ke-16 Jepang pada 21 September 1945, Para Petinggi Militer Jepang di Jawa diperintahkan untuk membantu bangsa Indonesia.

Teknisnya secara semu para pemuda RI harus melakukan serangan militer ke tangsi-tangsi Militer Jepang. Namun, jepang tidak akan melakukan perlawanan bahkan mereka akan lari tunggang langgang sambil meninggalkan senjata. para pemuda menyerang dengan bambu runcing. Jadi Jepang bukan lari tunggang langgang karena takut bambu runcing tetapi karena diperintahkan oleh komandannya.

Di Bandung, Laksamana Maeda membentuk kesepakatan dengan pejuang Indonesia untuk melakukan pertempuran Sandiwara guna mengelabui pesawat pengintai Sekutu. Di tengan “Pertempuran Dahsyat” itu, pasukan Maeda kemudian menarik diri dan meninggalkan persenjataan mereka agar diambil oleh para pejuang Indonesia. Sebagai imbalannya, para pejuang menghadiahkan dua ekor kera kepada Maeda untuk dibawa pulang ke Jepang.

Namun, tidak semua tentara jepang mentaati perintah atasannya di Jakarta. Panglima Jepang di Jawa Tengah, Jenderal Nakamura telah memerintahkan pasukannya untuk menyerahkan senjata kepada pihak Indonesia. Namun, Komandan Garnisun Jepang di Semarang, Mayor Kido menolak dan mengabaikan perintah ini. Terjadilah pertempuran antara pihak Indonesia dengan Pasukan Jepang pimpinan Mayor Kido di Semarang yang dikenal dengan ‘Pertempuran Lima Hari’ dan berakhir ketika Sekutu datang Mengambil alih Indonesia.

Diperkirakan dalam pertempuran Lima Hari ini, 2000 orang Indonesia terbunuh. Pertempuran beakhir ketika Tentara Inggris tiba di Semarang.

Jadi kita harus logis dalam menilai sejarah. Maaf bukan mengecilkan arti perjuangan Bangsa, namun ini penting agar anak-anak kita berpikir jernih dan belajar kuat menjadi pemenang di dunia ini. Jika kita terlena dengan “khayalan” bahwa berjuang melawan pasukan Jepang yang memiliki pesawat pem-bom, Kapal Induk, Meriam dan Tank Baja mengadalkan Bambu Runcing.

Ajarkan anak-anak kita bahwa bila ingin menjadi bangsa yang besar berpikirlah besar. Ingin menjadi bangsa yang kuat, cerdaslah melalui pendidikan. Dan ingin menguasai dunia kuasailah teknologi, termasuk teknologi perang.

Saya akan sangat bangga ketika ada anak-anak kita kelak dewasa mampu menciptakan teknolgi super canggih untuk “menundukkan” bangsa lain. Tanpa harus terus menerus mengkhayal yang kecil melawan yang besar tanpa logika.

Untunglah Founding Father kita, bapak pendiri bangsa ini sangat bijak dengan menyebutkan kemenangan besar kemerdekaan RI adalah Atas Berkat Ramat Allah SWT sehingga kemerdekaan dapat terwujud melalui cara-Nya. Perjuangan melawan sekutu, militer RI dan para militer, pemuda dengan gagah berani menyambut kedatangan Sekutu dan NICA-Belanda dengan tembakan Senjata dan Meriam peninggalan Jepang.

Jadi menurut saya, jangan terlalu dibesar-besarkan perjuangan yang bermodal bambu runcing itu dapat mengalahkan penjajah Belanda dan Jepang ! Barangkali rakyat awam saat itu melihat pemuda menyerang tangsi militer jepang menggunakan bambu runcing memang benar adanya. Namun itu semua karena ada rahasia tingkat tinggi militer yang tak diketahuinya.

Jangan sampai anak-anak kita memandang bahwa jika menjadi Tentara Nasional Indonesia tidak memerlukan senjata canggih, cukup bambu runcing! Saya sangat bangga ketika militer Indonesia “Sangar” dengan senjata super canggihnya, apalagi buatan dalam negeri.
 
Copyright 2010 Info Dunia. All rights reserved.
Themes by Ex Templates Blogger Templates l Home Recordings l Studio Rekaman