Wednesday, April 20, 2011

Feline Calicivirus : penyakit menular pada kucing

Penyakit ini biasa menyerang kucing, menyebabkan gangguan pernafasan, luka sekitar bibir dan mulut seperti sariawan (ulkus oral), kadang disertai sakit persendian. Penyakit ini menyebabkan flu yang agak berat tetapi jarang menyebabkan komplikasi serius.
Apa yang dimaksud dengan Calicivirus ?
Calicivirus termasuk salah satu penyebab gangguan pernafasan pada kucing. Penyakit saluran pernafasan bisa disebabkan sekelompok virus dan bakteri seperti Virus Feline Rhinotracheitis dan bakteri Chlamydia (sekarang Chlamydophila). Penyakit-penyakit ini dapat menyebabkan pilek dan mata berair. Calicivirus dan rhinotracheitis menyebabkan sekitar 85-90% dari seluruh penyakit pernafasan pada kucing.
Calicivirus tersebar di seluruh dunia dan dapat menyerang semua ras kucing. Vaksinasi telah mengurangi kejadian dan keparahan gejala klinis penyakit ini.
Calicivirus mempunyai beberapa strain, strain tertentu menyebabkan gejala yang berbeda seperti luka (ulkus) pada telapak kaki dan mulut. Sebagian besar gejala yang muncul biasanya suara menjadi serak, dan hilangnya nafsu makan.
Penyebaran virus
Penyebaran virus ini biasanya dengan kontak melalui air liur, cairan yang keluar dari hidung dan mata dan kadang kadang melalui kotoran kucing yang terinfeksi.
Virus  ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat bertahan di luar tubuh kucing hingga 8-10 hari. Banyak kucing yang telah sembuh tetap dapat menularkan penyakit ini meskipun tidak menunjukkan gejala sakit.
Virus ini sering menyerang kucing muda (kitten), rumah/tempat dengan jumlah kucing banyak dan tempat penampungan hewan. Wabah biasanya terjadi pada kandang/populasi kucing yang padat, ventilasi kurang baik, kandang yang kurang bersih, nutrisi kurang dan suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
Tanda-Tanda kucing terserang calicivirus
Penyakit ini berkembang secara cepat dan tiba-tiba. Kucing yang tadinya terlihat sehat bisa saja besoknya terlihat lesu dan sakit.
Tanda-tanda kucing sakit yang umum berupa bersin (tidak sebanyak Feline Rhinotracheitis), batuk, pilek, cairan berlebih dari mata dan hidung. Luka (ulkus) seperti sariawan pada hidung, mulut, lidah atau bibir yang menyebabkan kucing tidak mau makan karena kesakitan saat mengunyah makanan. Kadang-kadang ulkus juga terjadi di sela-sela cakar.  Demam tinggi, sulit bernafas akibat radang paru-paru (pneumonia)
Penanganan kucing sakit
Konsultasikan penanganan dan obat yang tepat dengan dokter hewan anda. Isolasi kucing yang sakit, jauhkan dari kucing lain, sebaiknya ditempatkan di ruangan yang terpisah aliran udaranya  dari kucing lain yang sehat. Beri makanan yang lunak, suapi bila kucing tidak mau makan. Beri nutrisi yang baik, bersihkan kotoran pada mata dan hidung. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri.  Pada kasus penyakit yang berat diperlukan rawat inap dan infus.
Pencegahan
Satu-satunya cara pencegahan adalah vaksinasi kucing secara teratur setiap tahun. Meskipun tidak 100 % melindungi kucing dari penyakit, kucing yang sudah divaksinasi mempunyai kemungkinan sembuh yang lebih tinggi dan cepat.

Feline Immunodeficiency Virus : AIDS pada kucing

Salah satu virus yang ditakuti manusia adalah HIV (human immunodeficiency virus) yang menyebabkan berbagai penyakit akibat hilangnya kekebalan tubuh yang sering disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Penyakit yang serupa juga dapat menyerang kucing, tetapi disebabkan virus lain yang disebut Feline Immunodeficiency Virus (FIV). Tapi jangan takut, Kucing tidak dapat tertular HIV dari manusia, sebaliknya manusia pun tidak dapat tertular FIV dari kucing.

Sepertihalnya HIV pada manusia, sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan kucing yang positif terkena FIV. Kucing yang terinfeksi FIV juga dapat hidup bertahun-tahun hingga sedikit-demi sedikit kekebalan tubuhnya melemah dan akhirnya mati karena berbagai penyakit.
FIV terdapat diseluruh dunia dan sekitar 1.5 – 3 % kucing di USA terinfeksi penyakit ini. Dan sekitar 5% kucing yang positif FIV juga menderita penyakit Feline Leukemia Virus (FeLV).

Resiko Terinfeksi FIV
Kucing yang sering berkeliaran di luar rumah mempunyai resiko terkena FIV lebih tinggi dari pada kucing yang hidup di dalam rumah, begitu pula kucing jantan yang agresif dan sering berkelahi lebih mudah terinfeksi.

Penularan Penyakit
FIV terutama ditularkan melalui luka gigitan. Induk bunting yang terinfeksi juga dapat menulari anaknya pada saat masih di dalam rahim. FIV hanya menulari kucing dan tidak dapat mempengaruhi manusia.

Apakah bisa disembuhkan ?
Seperti juga HIV pada manusia, sampai saat ini belum ditemukan obat yang benar-benar efektif melawan FIV. Umur kucing yang terinfeksi FIV bervariasi tergantung kekebalan tubuh tiap individu. Lebih dari 50 % kucing yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sakit sedikit pun selama beberapa tahun. Sekitar 20 % kucing yang terinfeksi FIV mati dalam waktu 2 tahun. Umumnya kucing mati dalam waktu 4-6 tahun setelah virus masuk dan menginfeksi tubuh.

Tindakan bagi kucing yang terinfeksi
Karena tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini, seluruh tindakan bertujuan mencegah infeksi sekunder lain dan mencegah penyebaran penyakit. Kucing yang positif terinfeksi sebaiknya diisolasi dan jauhkan dari kucing lain.

Pencegahan
Sampai saat ini vaksin FIV belum ditemukan, oleh karena itu semua tindakan pencegahan bertujuan mengurangi resiko penularan dengan cara : mengurangi sifat agresif kucing jantan dengan kebiri, kandangkan kucing di dalam rumah, jaga kebersihan dan kesehatan kucing dengan vaksinasi teratur dan nutrisi yang baik.

Ektoparasit Pada Kucing

Parasit pada hewan sebenarnya terbagi dua golongan yaitu ektoparasit dan endoparasit. Golongan parasit yang hidup di dalam tubuh seperti cacing, disebut endoparasit, Sedangkan yang hidup di tubuh bagian luar seperti di kulit dan bulu disebut ektoparasit. 

Berikut ini beberapa macam ektoparasit pada kucing :

Pinjal (Flea)
Pinjal inilah yang sering terdapat pada kucing dan paling sering disebut kutu kucing.  Pinjal berukuran kecil 1-2 mm, berwarna coklat tua atau hitam, tubuh pipih, suka meloncat-loncat, sering terlihat di sela rambut kucing dan yang pasti gigitannya minta ampun gatalnya.

Tungau (Mite & Lice)
Tungau yang sering menyerang kucing ada beberapa macam dengan gejala yang mirip. Beberapa tungau yang menginfeksi telinga disebut ear mite, ada yang menyebabkan kulit terkelupas seperti ketombe, dan ada juga yang hidup di bawah kulit seperti demodex dan scabies. Tungau berwarna putih atau krem, karena ukurannya yang kecil agak sulit dilihat dengan mata biasa.

Caplak (Tick)
Kutu jenis ini sering sekali terlihat di anjing, dan jarang terlihat pada kucing. Ukuran caplak relatif besar, sekitar 0.3 - 1 cm. berbentuk gepeng dengan proporsi badan lebih besar daripada kepala, berwarna coklat tua atau hitam. Bila telah kenyang menyedot darah, badan caplak akan bengkak dan membulat.

Wednesday, April 13, 2011

Diserbu Ayam Medan, Peternak Lokal tak Berkutik

Harga Jual Merosot
BIREUEN - Pasokan ayam potong dari Medan ke Aceh beberapa pekan terakhir dilaporkan cukup gencar. Akibatnya peternak lokal menjadi tak berkutik, kalah bersaing harga. Kondisi jadi semakin parah karena di sisi lain harga pakan justeru mengalami kenaikan.
Di Kabupaten Bireuen, dua pekan terakhir ini harga ayam potong mengalami penurunan dari sebelumnya Rp 15.000 menjadi Rp 10.000 per kilogram (kg). Menurut peternak di Kecamatan Juli, Suryadi, penurunan itu terjadi karena banyaknya pasokan ayam dari Medan. 
Kondisi ini sambung dia, membuat peternak lokal tak memiliki pilihan lain selain mengikuti harga ayam asal Medan tersebut. Penurunan ini kata dia, makin diperparah lagi dengan kenaikan harga pakan ayam, dimana dari sebelumnya Rp 280.000 naik menjadi Rp 283.000 per sak.
“Hal ini membuat keuntungan peternak menjadi semakin tipis. Idealnya harga ayam itu Rp 16.000 per kilo. Dengan harga segitu peternak memperoleh keuntungan sedikit,” sebut Suryadi.
Dia berharap pemerintah daerah ikut memikirkan dan memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi peternak ayam potong ini, sehingga usaha yang dirintis masyarakat dapat berkembang dan masyarakat tidak rugi.

Biaya pemeliharaan
Keluhan serupa juga disampaikan peternak ayam di Kabupaten Aceh Tamiang. Menurut Kelompok Ternak Akai, Fauzi, saat ini kondisi semua peternakan di Aceh amiang merugi karena biaya pemeliharaan ayam sampai pemasaran lebih besar dibandingkan harga ayam yang dijual.
Fauzi menjelaskan, kebutuhan pakan selama pemeliharaan (31 hari) untuk 1.000 ekor ayam sebanyak 53 sak, dengan harga per saknya berkisar berkisar Rp 282.000 hingga Rp 288.000, tergantung pakan. Sementara harga bibit untuk 100 ekor sebesar Rp 530.000, sehingga total kebutuhan biaya selama pemeliharaan mencapai Rp 22 juta.
Sementara pendapatan yang didapat dari penjualan ayam hanya sebesar Rp 18 juta. Artinya dari penjualan tersebut peternak mengalami kerugian sebesar Rp 4 juta. Pihaknya tidak mampu berbuat apa-apa karena harga ayam ternaknya tidak mampu bersaing dengan ayam potong pasokan dari Medan.
Pihaknya mempertanyakan kepada pemerintah kenapa pemerintah tidak bisa melindungi peternak lokal dengan menstabilkan harga, sehingga ayam dari luar daerah juga mengikuti harga ayam pasaran yang ada di Tamiang. Dia juga mempertanyakan seberapa besar memangnya PAD yang didapat Aceh dari masuknya ayam-ayam Medan tersebut.
“Saya ke dinas peternakan untuk mempertanyakan kondisi tersebut namun mereka tidak memiliki data berapa jumlah ayam potong yang masuk ke Tamiang,” ujarnya.(yus/md)

Thu, Apr 14th 2011, 09:58

Monday, April 11, 2011

Nestapa Peternak Aceh

SERAMBI Indonesia, 21  Maret 2011 kembali memberitakan nestapa peternak ayam. Inti berita dimaksud adalah, ‘“Banyak peternak ayam sekarang sekarat. Tidak sedikit kandang ayam kini sudah pada kosong. Hal ini tak lain, dikarenakan sudah hampir setahun ini bibit ayam (DOC/Day Old Chick) langka dipasaran”.
Sebetulnya, berita tentang kepedihan yang tak terpana di kalangan usahawan ternak ayam dan hambatan pengembangan komoditi ayam pedaging dan telur Ayam di Aceh bukanlah berita baru, tetapi justeru hanya sekadar info biasa belaka. Dikatakan ia bukan berita, karena berita semacam itu sudah amat sering disiarkan media.
Info klasik yang menyedihkan ini mestilah menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan Pemerintah. Saya yakin, bahwa jika tidak diambil langkah-langkah antisipatif dalam rangka mengubah fenomena ini, tentulah di masa depan nasib peternak ayam akan terulang lagi, dan info yang menggeramkan ini akan muncul lagi di media massa. Karena itu, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang penyebab munculnya fenomena semacam ini. Tak ada asap tanpa ada api. Begitu juga halnya kegagalan demi kegagalan yang dihadapi para peternak ayam di Aceh selama ini. Setiap akibat, pasti ada penyebabnya.
Penyakit tak akan pernah sembuh jika tanpa diketahui dan kemudian dieliminir biang kerok penyebab dari munculnya penyakit berkenaan. Itu sebabnya, identifikasi masalah dengan melakukan diagnosis akar masalah menjadi sangat penting. Jika tanpa pemahaman yang baik tentang akar masalah, maka dikuatirkan kebijakan yang diambil Pemerintah cenderung menghasilkan solusi jangka pendek. Begitu juga halnya fenomena langkanya DOC di pasar, harga pakan yang semakin tak terkendali, dan sebagian besar kebutuhan daging ayam dan telur ayam dipasok dari luar Aceh. Fenomena umum yang sudah lama berlangsung ini harus dikaji penyebabnya. Kalau tidak diketahui penyebabnya, sampai kiamat pun permasalahan peternak ayam ini tak pernah terselesaikan.
Kebijakan yang dilakukan selama ini, persis seperti dokter yang hanya memberi obat penurun panas saja. Sejak zaman orde baru, mungkin telah ratusan miliar rupiah anggaran belanja pemerintah dikucurkan dengan cara membagi bibit ayam, bibit sapi, dan pakan ayam kepada masyarakat. Hasilnya? bagaikan tak berbekas! Buktinya, sampai sekarang harga daging di Aceh masih menempati urutan termahal di Indonesia. Sejak lama sebagian besar kebutuhan daging ayam dan telur untuk konsumsi masyarakat Aceh dimasukkan dari luar Aceh.

Diagnosis akar masalah
Agar tidak jatuh ke dalam lubang yang sama, ada baiknya kita mencoba memahami akar permasalahan di balik fenomena peternakan ayam ini. Untuk memahami akar permasalahan ini, perlu kita jawab sejumlah pertanyaan berikut: “Siapakah pemasok DOC dan atau pakan ayam? Apakah pemasok yang berkenaan menjalankan bisnis secara inside trading, yaitu disamping memroduksi dan menjual DOC dan pakan ayam, juga memroduksi ayam pedaging atau telur ayam? Adakah pemasok DOC atau pakan ayam cenderung bertindak secara monopolistik?
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, menyebutkan bahwa produsen utama DOC dan pakan ayam di Sumatra Utara dan Aceh adalah PT Charoen Pokphand Indonesia (CPIN). Saya tak tahu persis, adakah CPIN memiliki anak perusahaan atau sekurang- kurangnya memiliki hubungan istimewa dengan produsen ayam pedaging atau telur ayam tertentu. Jika ya, tentu telah terjadi persaingan bisnis diperingkat produsen ayam pedaging dan telur ayam secara tidak sehat. 
Namun untuk memperjelas persoalan ini, izinkan saya, berikut ini saya mengutip pernyataan Muhammad Amir Usman, Sekretaris Asosiasi Peternak Ayam Broiler yang dipublikasikan Waspada Online, 8 November 2010.
Pernyataannya adalah sebagai berikut: “PT Phokpan masuk ke Aceh dengan dalih ingin membentuk perternak plasma inti, tapi ternyata itu hanya kedok. Mereka masuk ke Aceh hanya ingin menguasai pasar dengan cara menjual ayam broiler dengan harga murah.” Kalau benar apa yang disampaikan M. Amin Usman, jelas CPIN telah melanggar etika bisnis dan tentu peristiwa ini merupakan suatu petaka yang amat tragis bagi usahawan peternak ayam di Aceh. Dan, akan lebih parah lagi seandainya perusahaan CPIN memonopoli penjualan DOC dan pakan ayam.

Rekomendasi Solusi
Berdasarkan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, maka pemerintah Aceh harus merombak total paradigma dan strategi meraih swasembada daging dan telur ayam di Aceh, dengan merancang grand strategi pengembangan peternakan ayam secara terintegrasi yang melibatkan sejumlah stake holder, antara lain Bank Indonesia, Bank Operasional, Usahawan dan Perguruan Tinggi. 
Pemerintah dan Bank Indonesia perlu merancang skim dengan pola bunga bersubsidi, yaitu dengan menempatkan dana bantuan likuiditas perbankan pada bank opersional. Kemudian, dengan mekanisme standar perbankan, pihak bank operasional dapat memberikan kredit bersubsidi kepada usahawan yang ikut dalam program swasembada ayam pedaging dan telur ini. Usahawan yang boleh ikut program ini adalah individu-individu yang terpilih melalui seleksi yang ketat berdasarkan kepada kompetensi, kapabelitas, jujur dan memiliki etos kerja yang tinggi.
Dalam rangka implimentasi grand strategi pengembangan peternakan ayam ini, pemerintah dapat membentuk entitas organisasi kecil yang bertugas mencetak usawahan-usahawan baru melalui pendekatan inkubasi. Usahawanusahawan baru ciptaan unit ini bisa berasal dari lulusan–lulusan perguruan tinggi yang masih segar, namun memiliki semangat entrepreuneur yang tinggi. 
Dan, juga bisa dengan cara melatih dan mengembangkan peternak ayam yang selama ini telah menceburi bisnis ini. Perguruan tinggi mesti diajak untuk merancang sistem yang memungkinkan entitas terkait bekerja dalam sistem yang terintegrasi. Entitas yang bergerak di sektor produsen DOC mesti diintegrasikan dengan entitas yang menghasilkan ayam pedaging dan produsen telur.
Selain itu, harus dapat pula dikaitkan antara peternak, pabrik pengolahan pakan, agen pengumpul jagung dan kedelai, petani jagung dan kedelai, serta usaha yang bergerak di sektor jasasaprodi dan traktor yang dapat membantu petani dalam rangka proses menghasilkjan kedelai dan jagung sebagai bahan baku utama pakan ayam.
Penerapan grand strategi yang dikembangkan ini, diharapkan sepenuhnya menganut sistem bisnis. Karena itu,  pemerintah tidak diperkenankan berbisnis, namun pemerintah diberi peranan yang amat strategis, yaitu sebagai motivator dalam menggerakkan pebisnis, menciptakan suasana bisnis yang nyaman dan kondusif, merancang regulasi dan tatakelola bisnis ayam, mendisain skim kredit bersama Bank Indonesia, dan memfasilitasi  erolehan kredit bersubsidi dari bank operasional. Semoga swasembada telur dan daging ayam segera terwujud. Insya Allah.
Penulis adalah adalah Guru Besar di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.
 
Copyright 2010 Info Dunia. All rights reserved.
Themes by Ex Templates Blogger Templates l Home Recordings l Studio Rekaman